“JIKA ditanya apakah pimpinan KPK saat ini memiliki nyali untuk memberatas korupsi, mungkin punya, tetapi masih kecil, ke depan dibutuhkan (sosok) yang bernyali besar, “ tutur anggota Dewan Pengawas KPK Syamsudin Haris.
Haris melontarkan pandangannya dalam konferensi pers Kinerja Dewas Jilid I di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (12/12) dengan menyebutkan sejumlah kasus pelanggaran etik yang menyeret tiga pimpinan KPK (2019-2024).
Ia menyebut nama Ketua KPK Firli Bahuri dan mantan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar yang terkena sanksi berat, mantan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar (sanksi berat) dan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (sanksi sedang), sementara Wakil Ketua KPK Alexander Marwata juga dilaporkan ke polisi.
“Ketiga pimpinan KPK saat ini belum bisa menjadi teladan bagi insan KPK, khususnya mengenai integritas. Ini terbukti dari tiga pimpinan KPK yang kena etik dan Anda semua sudah tahu siapa saja,” ujar dia.
Firli yang sampai saat ini dipertanyakan publik karena belum ditetapkan sebagai tersangka diduga memeras pelaku koruptor lain yakni Mentan Yasir Limpo.
Gufron menyalahggunakan pengaruhnya untuk kpentingan pribadi terkait mutasi staf Kementan bernama ADM, sementara Ny Lili Pintauli menerima gratifikasi nonton Moto GP Mandalika pada Maret 22 dan berkomunikasi dengan mantan Walikota Tg. Balai yang tengah berperkara korupsi.
Sementara Wakil Ketua KPK lainnya, Alexander Marwata dilaporkan ake KPK lantaraan bertemu dengan mantan Kepala Bea Cukai DI Yogyakarta Eko Darmanto yang berstatus tersangka kasus kourupsi pada Maret 2023.
Syamsuddin juga menilai, pimpinan KPK juga belum menunjukkan konsistensi dalam menegakkan kolegialitas dan sinergisitas.
“Hal ini bisa kita lihat, misalnya, muncul secara publik, misalnya, pernyataan pimpinan A kok bisa berbeda dengan pimpinan B tentang kasus yang sama. Kami di Dewas sangat menyesalinya,” ucap dia.
Selain integritas para pimpinan dan pegawai KPK yang dipertanyakan publik, dari sisi regulasi, revisi UU KPK dari UU No. 30 tahun 2002 menjadi UU No. 19 tahun 2019 memang bermasalah. Bayangkan di UU yang direvisi, paling tidak, ada 26 pasal yang jelas-jelas melemahkan KPK. Namun reviisi UU tersebut mulus disepakati oleh seluruh fraksi di DPR.
188 Laporan Pelanggaran Etik
Dewas KPK seperi dituturkan oleh anggotanya, Albertina Ho, juga telah menerima 188 Laporan Pelanggaran Etik Pegawai KPK dan 27 pejabat truktiral tingkat II KPK selama lima tahun terakhir ini selain tiga pimpinan KPK .
Masih ada enam pejabat struktural tingkat I KPK dilaporkan terkait pelanggaran etik, namun tidak ada yang dikenai sanksi.
“Ini sengaja kami tampilkan, supaya jelas bahwa keteladanan memang kita perlu sekali di KPK,” ujar anggota Dewas KPK Albertina Ho.
Menurut catatan, 93 pegawai KPK juga ikut mencoreng wajah dan menjatuhkan marwah lembaga anti rasuah tersebut dengan melakukan pungli terhadap sejumlah tahanan KPK.
Ada yang meminta imbalan atas peayanan istimewa yang diberikan pada tahanan, ada yang mencuri barang bukti dan ada pula yang memeras tahanan atau keluarga yang membezuk mereka. Nilai pungli yang dikumpulkan sekitar Rp6,3 miliar.
Selain menyangkut soal punya nyali apa tidak, ibarat bersih-bersih rumah, apa yang bisa dilakukan dengan sapu yang kotor?