Sejarah panjang Alaska, lokus KTT Trump – Putin

KTT antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin (15/8) waktu setempat diharapkan menghasilkan terobosan untuk mengakhiri Perang Ukraina. (foto: Deutsche Welle)

ALASKA, kini wilayah Amerika Serikat (AS) yang menjadi sorotan mata dengan dijadikannya ajang KTT Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin memiliki sejarah panjang.

AFP dilansir Kompas.com (15/8) melaporkan, lebih dari 150 tahun setelah dijual ke AS, Alaska tetap menjadi salah satu “penyesalan” bagi Rusia.

Wilayah yang menjadi tuan rumah pertemuan antara Putin dan Trump pada Jumat waktu setempat, kerap memicu nostalgia kejayaan Kekaisaran Tsar sekaligus penyesalan mendalam di Moskwa.

Alaska dilego  kepada AS oleh penguasa Rusia saat itu Tsar Alexander II pada 1867 dengan harga 7,2 juta dollar AS (kini setara Rp115 triliun).

AS kala itu menyebut  wilayah dianggap terlalu terpencil dan sulit dieksploitasi secara ekonomi, sehingga  penjualan itu disambut positif oleh istana kekaisaran karena Rusia yang tengah mengalami kesulitan keuangan.

Namun, pandangan itu berubah drastis ketika diketahui Alaska menyimpan kekayaan alam melimpah, termasuk emas dan minyak.

Bagi Rusia, Alaska melambangkan puncak ekspansi,” kata Alexander Baunov, peneliti senior Carnegie Russia Eurasia Center.

“Saat itu adalah satu-satunya momen ketika kekaisaran daratan Rusia berhasil menyeberangi samudra, layaknya imperium Eropa,” lanjutnya.

Bernilai sejarah

Alaska tidak hanya punya nilai sejarah, tetapi juga simbolisme politik. Hubungan Rusia–AS yang kini memburuk sejak invasi ke Ukraina pada 24 Feb. 2022 membuat pertemuan di Alaska mengingatkan sebagian pengamat pada era Perang Dingin.

“Ini adalah pertemuan yang dirancang klasik, seperti pada era detente,” ujar analis politik Fyodor Lukyanov di Telegram.

“Makna simboliknya adalah absennya perantara, di mana kekuatan besar memutuskan sendiri,” tambahnya.

Seiring waktu, harga penjualan Alaska yang dianggap “terlalu murah” sering memicu perdebatan di Rusia.

Pada Juli 2022, ketika sentimen nasionalisme memuncak dan ketegangan dengan Washington memanas, Ketua Duma (DPR) Vyacheslav Volodin bahkan menyebut Alaska sebagai “wilayah sengketa” yang layak “dikembalikan”.

Namun, pemerintah Rusia tampaknya tak serius mengupayakan hal itu. Dalam sebuah pertemuan pada 2014, seorang pensiunan sempat menanyakan kemungkinan merebut kembali Alaska. Putin menjawab santai,

“Sayangku, untuk apa kau butuh Alaska? Tempat itu terlalu dingin.”

Meme bertema “kembalikan Alaska” ramai beredar di media sosial Rusia, termasuk lelucon bahwa kehilangan wilayah itu melukai jiwa bangsa karena “di sanalah beruang-beruang kami tinggal”.

Bahkan, grup musik rock Lyube—yang dikenal disukai Putin—memasukkan lirik soal Alaska dalam lagu hits 1990-an, “Berhentilah main-main, Amerika… dan kembalikan tanah Alaska kami.”

Trump Optimistis

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump optimistis bahwa pertemuannya dengan Presiden Rusia Putin di Alaska pada Jumat (15/8) akan berakhir positif.

Trump menyampaikan keyakinan itu di Gedung Putih, Kamis (14/8).  Dia memperkirakan, peluang kegagalan pertemuan tinggi tersebut hanya satu banding empat, sebagaimana dilansir AFP.

Namun ia juga mengingatkan, siap mengakhiri pertemuan lebih cepat jika jalannya negosiasi tidak menguntungkan.

“Saya presiden, dan dia tidak akan main-main dengan saya,” kata Trump, namun ia meyakini, Putin siap mengakhiri Perangdi Ukraina.

Trump ssumbar, ia akan mengetahui dalam beberapa menit pertama apakah pertemuan berjalan baik atau buruk (tidak kondusi -red).

“Jika buruk,perremuan  bakal berakhir sangat cepat. Jika baik, kita akan mencapai perdamaian dalam waktu dekat,” ujarnya.

Putin dijadwalkan tiba di Alaska pada Jumat atas undangan Trump. Ini merupakan kunjungan pertamanya ke negara Barat sejak memerintahkan invasi ke Ukraina pada 2022.

Istana Kepresidenan Rusia atau Kremlin menyebut, kedua pemimpin akan bertemu langsung seiring kemajuan pasukan Rusia di medan perang.

Kondisi ini memicu kekhawatiran pemimpin Eropa bahwa Putin akan membujuk Trump menerima penyelesaian yang menguntungkan Moskwa.

Zelensky tidak ikut

Di sisi lain, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tidak diundang dalam pertemuan Trump-Putin tersebut.

Zelensky mengecam langkah itu sebagai hadiah untuk Putin dan menolak seruan Trump menyerahkan wilayah Ukraina.

Trump berjanji tidak akan membuat kesepakatan sendiri dengan Putin. Ia berharap dapat menggelar pertemuan tiga pihak bersama Zelensky, kemungkinan setelah pembicaraan di Alaska.

Pertemuan kedua akan sangat penting sampai batas tertentu, itu bukan istilah yang buruk,” katanya kepada Fox News Radio.

Menlu AS Marco Rubio menilai kesepakatan mendatang juga harus mencakup jaminan keamanan bagi Ukraina.

Menjelang pertemuan Trump-Putin, AFP melaporkan, Rusia meraih kemajuan signifikan di palagan perang. Pemerintah Ukraina mengeluarkan perintah evakuasi wajib bagi keluarga dengan anak-anak dari Kota Druzhkivka dan empat desa sekitarnya, dekat wilayah terobosan pasukan Rusia.

Upaya diplomasi sejak invasi 2022 sebagian besar gagal, kecuali pertukaran tahanan.

Terbaru, Rusia mengembalikan 84 tahanan ke Ukraina dengan imbalan jumlah tawanan perang Rusia yang sama.

Di AS, isu ini memecah opini publik. Survei Pew Research Center menunjukkan 59 persen warga AS kurang percaya pada kebijaksanaan Trump dalam menangani konflik tersebut.

Dunia, terutama rakyat Ukraina yang menjadi tumbalnya, dengan harap-harap cemas menanti hasil pertemuan Alaska (AFP).

Advertisement

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here