
TNI jika tidak ingin ketinggalan, mau tidak mau tentu harus menguasai konsep pertahanan yang terus berubah sesuai dengan kondisi dan konstelasi geopolitis dalam negeri maupun global dan juga perkembangan pesat teknologi militer di era now.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pada September 2024 mengumumkan pertama kalinya perekrutan warga sipil untuk mengisi Satuan Siber menjadi matra keempat selain TNI-AD, TNI-AL dan TNI-AU.
Alasannya, langkah itu diambil mengingat bakal lebih mudah untuk merekrut ahli bidang siber dari sipil profesional ketimbang mendidik personil TNI di jajaran organik yang sudah ada untuk menguasainya.
Sebelumnya muncul juga wacana untuk menempatkan ahli siber sipil di jajaran TNI secara fungsional, namun tentu hal itu berpotensi menimbulkan risiko misalnya terkait kerahasiaan militer dan juga persoalan hirarki.
Lagipula, penguasaan teknologi siber tentu tidak sekedar ada, tetapi harus serius, mengacu pada kemajuan siber di negara-negara lainnya terutama potensi lawan selain kemampuan anggaran tentunya.
Dalam rapat pimpinan TNI di Cilangkep, Jumat (31/1) lalu, Pangab juga mengulangi rencananya untuk merekrut para ahli siber dari kalangan sipil untuk mengisi jajaran TNI.
Menurut catatan, negara jiran Singapura misalnya, kabarnya sudah membentuk satuan siber di jajaran tentaranya.
“Ahli siber dari warga sipil akan kami jadikan tentara, karena susah, menjadikan tentara kita menjadi ahli siber, “ ujarnya seraya menambahkan, TNI juga akan merekrut perwira karir berkeahlian khusus seperti dokter, psikologi atau ahli hukum.
Menurut Agus, pelatihan bagi PK akan berbeda dengan mereka yang mengenyam pendidikan dari Akademi TNI, karena perwira karier sudah memiliki kemampuan khusus.
“Kurikulum siber kami ubah, mengarah pada calon anggota TNI jebolan kejuruan siber sehingga nanti saat dia dilantik sudah menguasai di bidangnya,” ucap Pangab.
Kemampuan internal TNI
Sementara Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono mendukung langkah TNI dalam merekrut warga sipil menjadi tentara siber, namun, ia juga mendorong perlunya peningkatan kemampuan prajurit TNI di bidang siber.
“Harus juga disertai dengan peningkatan kemampuan prajurit TNI dalam hal siber,” kata Dave saat dihubungi (1/2). Dave menilai, kebutuhan untuk merekrut warga sipil menjadi tentara siber memang sudah menjadi urgensi, terutama di era perkembangan teknologi yang semakin pesat.
Menurut catatan, konsep pertempuran terus berubah sejalan dengan kemajuan teknologi misalnya penggunaan drone dalam Perang antara Azerbaizan dan Armenia untuk memperebutkan wilayah Nagorno Karabakh, Sept. 2023.
Drone digunakan secara masif pada Perang antara Rusia dan Ukraina oleh kedua belah pihak, sementara China mengembangkan rudal pembunuh kapal induk seri Dong Feng.
Ancaman terhadap kapal induk juga muncul dalam simulasi latihan dimana kapal selam konvensional AL Swedia HSwMS Gotland berhasil menyusup dan “menenggelamkan” kapal induk AS USS George Washington.
Berbagai alat penangkal, seperti yang menggunakan gelombang mikro berkekuatan besar diciptakan untuk melawan drone, sehingga intinya, konsep pertempuan ke depannya termasuk siber akan terus berkembang sehingga haus terus dimitigasi dan diantisipasi. (ns/berbagai sumber)