
APA lagi yang harus dilakukan jika oknum-oknum instansi yang notabene adalah garda terdepan penyelamat uang negara seperti KPK atau BPK, alih-alih terus berupaya membasmi praktek korupsi sampai ke akar-akarnya, malah ikut main?
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun bungkam saat didesak wartawan perihal oknum anak buahnya yang ikut terseret kasus korupsi eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) di lingkungan kementerian yang dipimpinnya.
“Nanti saja ya, terima kasih banyak,” ujar Isma Yatun sambil menelungkupkan tangan dan berjalan menjauhi wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (15/5).
Seorang oknum auditor BPK disebut-sebut telah meminta uang sebear Rp 12 miliar agar Kementan mendapatkan status wajar tanpa pengecualian (WTP), sementara SYL sendiri sedang menjalani sidang maraton Tipikor dengan dakwaan menilap uang negara Rp 45,5 miliar untuk keperluan pribadi, isteri, anak dan cucunya.
Sesditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Hermanto yang dihadirkan sebagai saksi mengamini, ada oknum auditor BPK meminta uang Rp12 miliar untuk mendapatkan sertifikat WTP yang terlambat diterbitkan akibat adanya temuan di program lumbung pangan nasional (food estate).
Namun ia mengaku tidak mengetahui apakah Kementan langsung memenuhi permintaan tersebut atau tidak, hanya saja, berdasarkan informasi yang diperoleh dari eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta, Kementan hanya memberi Rp 5 miliar.
Kepada Jaksa ia mengaku tidak mengetahui secara detail penyerahan uang miliaran ke BPK tersebut. Hanya saja, oknum auditor BPK itu kerap menagih sisa permintaan yang tidak dipenuhi Kementan.
Tak tanggung-tanggung, uang negara yang dikorupsi a.l. digunakan untuk biaya umroh sekeluarga (isteri, aak dan cucu) Rp1,35 miliar, kurban Rp1,6 miliar, beli mobil untuk anak Rp500 juta, perawatan apartemen Rp300 juta, tagihan kartu kredit Rp215 juta, beli lukisan, uang jajan isteri Rp30 juta, juga untuk nyalon, acara sunatan anak dan lainnya.
Unsur-unsur pengawasan di mana?
Entah dimana unsur-unsur pengawasan di kementerian, mulai dari sistem pengawasan melekat, inspektorat keuangan, satuan pengawas internal, saber pungli dan lainnya?
Jangan-jangan, pengawasan di instansi, lembaga, pemda dan dinas-dinas lainnya memang begitu mudahnya diliwati sehingga dengan mudah anggaran negara yang notabene uang rakyat dihambur-hamburkan atau dijadikan bancakan.
Tidak hanya terhadap kementan, dugaan pemerasan oleh oknum auditor BPK sebesar Rp 5 miliar juga diakui oleh pejabat kontraktor ruas jalan tol MBZ dalam sidang Tipikor sehingga ia harus membuat proyek fiktif.
Direktur Operasional Waskita Beton Precast Sugiharto mengakui, dirinya juga pernah menyiapkan uang sebesar Rp 10 miliar untuk memenuhi permintaan BPK.
Hal itu diungkap Sugiharto saat dihadirkan JPU pada Kejaksaan Agung RI sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi proyek pembangunan Jalan Tol Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ) Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated Ruas Cikunir-Karawang Barat.
KPK yang semula adalah lembaga super bodi yang diharapkan menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi juga lebih banyak sibuk menghadapi kasus-kasus yang menimpa ketua, komisioner mau pun karyawan lembaga anti rasuah itu.
Ketuanya, Firli Bahuri mengundurkan diri akibat tersangkut kasus pelanggaran etika, mulai dari menyewa helikopter untuk pulang kampung, menemui pihak yang sedang berperkara dan dugaan pemalakan tehadap SYL.
Hal sama dialami Wakil Ketua Lily Pintauli Siregar (2019 – 2022) yang mengundurkan diri setelah diviralkan media menerima grativikasi berupa biaya akomodasi dan nonton balap Moto GP serta menemui pihak berperkara yakni mantan wali kota Tg. Balai
Sementara Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron diproses dalam kasus etik oleh Dewas KPK terkait dugaan penyalahguaan wewenang proses mutasi ASN di kementerian pertanian, sedangla 66 karyawan KPK dipecat gegara memungli dan memalak tahanan KPK.
Tugas berat presiden dan wapres mendatang jika memang bertekad serius membasmi korupsi di negeri ini.